struktur novel ronggeng dukuh paruk

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana citra perempuan suku Asmat dalam Roman Namaku Teweraut karya Ani Sekarningsih. Novel"Ronggeng Dukuh Paruk" amat berhasil menampilkan suasana pertarungan politik tahun 1960-an, yang dikendalikan Presiden Sukarno (1945-1966) yang didukung penuh PKI. Hingga terjadilah "senjata makan tuan". untuk menggambarkan tokoh dan tempat dalam struktur cerita, namun mudah diikuti dan ditebak siapa-siapanya. Terutama bagi RonggengDukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari . dan. Jentera Bianglala Karya Ahmad Tohari ". Penelitian tersebut menekankan pada bentuk problem psikologi sosial dan signifikasi problem psikologi sosial yang dialami tokoh utama dalam Novel Trilogi . Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari . dan. Jentera Bianglala Karya Ahmad Tohari, Videoini dibuat untuk memenuhi Tugas Bahasa Indonesia yaitu "Mengidentifikasi Struktur Novel Sejarah. Novel sejarah yang saya bahas adalah "Ronggeng Dukuh P Penulisnovel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk itu mengakui, orang yang fanatik terhadap adat dan budaya Jawa tidak akan menggelar hajatan pada bulan Suro. Dalam hal ini, mereka berkeyakinan akan menghadapi kesulitan di kemudian hari jika nekat melanggar pantangan tersebut. "Saya sebagai budayawan menganjurkan itu dihargai karena keyakinan itu Site De Rencontres Pour Les Jeunes. Tokoh dalam sebuah novel mempunyai peranan penting, para tokoh dapat menjelaskan bagaiamana kejadian dalam sebuah novel 1 Ahmad Tohari, Ronggeng Dukuh Paruk, Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama, 2012, cet 9, h. 165-166. dipaparkan. Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, tokoh utama dalam novel ini adalah Srintil dan Rasus. Mereka mempunyai peranan penting dalam novel, sehingga kejadian dan peristiwa yang terjadi di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk banyak dipaparkan melalui kedua tokoh utama tersebut. a. Srintil Tokoh utama dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari adalah Srintil. Srintil adalah seorang yatim piatu, sisa sebuah malapetaka, yang membuat banyak anak Dukuh Paruk kehilangan ayah- ibu. Sebelum membahas terkait dengan sifat dan karakter Srintil, peneliti terlebih dahulu membahas tentang makna yang terkandung dari nama “Srintil”. Ali Imron Al-Ma’ruf dalam Novi Anoegrajekti menyatakan mengenai makna nama Srintil, meskipun dari namanya terdengar tidak istimewa bahkan terkesan rendah, sebenarnya memiliki makna yang dalam, simbolis, dan filosofis. Nama Srintil memiliki fungsi sebagai identitas seorang perempuan desa juga memiliki fungsi simbolik. Kata “Srintil” dalam bahasa Jawa berarti kotoran kambing yang wujudnya kebulat-bulatan berwarna hijau tua kehitam-hitaman dan berbau tidak sedap. Meskipun baunya busuk dan wujudnya menjijikan, “Srintil” dapat menjadi pupuk yang mampu menyuburkan tumbuhan-tumbuhan di sekitarnya di tanah yang gersang sekalipun. Artinya, meskipun kotoran kambing itu wujudnya menjijikan dan baunya busuk, Srintil tetap dibutuhkan dan dicari oleh manusia. Jadi, nama Srintil dalam Ronggeng Dukuh Paruk mengandung makna filosofis yang Begitu kuat pesona ronggeng Srintil bagi masyarakat Dukuh Paruk. Sehingga membuat perempuan atau para istri pun bukannya cemburu atau 2 Novi Anoegrajekti, dkk ed, Ideosinkrasi Pendidikan Karakter melalui Bahasa dan Sastra “Kearifan Lokal pada Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari”, Yogyakarta Keppel Press, 2010. marah melihat suaminya bertayub, melainkan justru bangga jika suuaminya dapat bertayub dengan Srintil. “Nanti kalau Srintil sudah dibenarkan bertayub, suamiku menjadi laki-laki pertama yang menjamahnya,” kata seorang perempuan. “Jangan besar cakap,” kata yang lain. “Pilihan seorang ronggeng akan jatuh pertama pada lelaki yang memberinya uang paling banyak. Dalam hal ini suamiku tak bakal dikalahkan.” “Tetapi suamimu sudah pikun. Baru satu babak menari pinggangnya akan terkena encok….”3 Nama Srintil sebagai tokoh utama sengaja digunakan pengarang sebagai nama yang memiliki makna simbolik sesuai dengan sifatnya yang khas sebagai ronggeng. Srintil menggambarkan perempuan kelas bawah yang dibutuhkan banyak orang baik laki-laki maupun perempuan karena superior Srintil di kalangan warga Dukuh Paruk yang menganggap bahwa Srintil pembawa berkah dan merupakan titisan dari arwah Ki Secamenggala. Srintil digambarkan sebagai seorang gadis yang bercambang halus di pipi, berambut hitam pekat, kulitnya bersih dan berlesung pipi. Gambaran Srintil yang seperti ini menegaskan bahwa Srintil adalah seorang gadis yang cantik baik untuk ukuran Dukuh Paruk maupun luar Dukuh Paruk. Seperti pada kutipan sebagai berikut “…. Dalam waktu sebulan telah terlihat perubahan pada diri Srintil. Rambutnya yang tidak lagi terjerang matahari menjadi hitam pekat dan lebat. Kulitnya bersih dan hidup. Sisik-sisik halus telah hilang. Pipinya bening sehingga aku dapat melihat jaringan halus urat-urat berwarna kebiruan….”4 Srintil juga digambarkan sebagai ronggeng Dukuh Paruk yang sangat menggoda. Hal ini terlihat dalam kutipan sebagai berikut 3 h. 38. 4 “Kalian minta upah apa?” ulang Srintil. Berkata demikian Srintil melangkah ke arah Rasus. Dekat sekali. Tanpa bisa mengelak, Rasus menerima cium pipi. Warta dan Darsun masing- masing mendapat giliran kemudian….Kali ini mereka yang berebut mencium pipi Srintil. Perawan kecil itu melayani bagaimana laiknya seorang ronggeng….”5 “….Mandilah dengan sabun mandiku. Tak usah bayar bila malam nanti kau bukakan pintu bilikmu bagiku. Nah, kemarilah.” Berkata demikian, tangan Pak Simbar menjulur ke arah pinggul Srintil. Aku melihat dengan pasti, Srintil tidak menepiskan tangan laki-laki itu. Bangsat!”6 Kutipan di atas menggambarkan karakter Srintil yang menggoda baik sebelum menjadi ronggeng maupun sesudah menjadi ronggeng. Sifat menggoda sangat wajar dimiliki Srintil karena seorang ronggeng memang gerak-geriknya selalu dilihat dan dinilai masyarakat, sehingga jarang menjadi bahan pembicaraan ke mana pun Srintil pergi. Srintil juga digambarkan sebagai seorang ronggeng yang mempunyai pilihan. Srintil memilih untuk menjadi ronggeng untuk menghapus dosa orang tuanya, Santayib, karena telah meracuni warga Dukuh Paruk dengan tempe bongkrek buatannya. Ketika Srintil melaksanakan upacara bukak-klambu Srintil memilih untuk menyerahkan kegadisannya kepada Rasus, kawannya sejak kecil. Hal ini dilakukan oleh Srintil bukan karena materi, melainkan Srintil berhak mempunyai pilihan kepada siapa dia akan menyerahkan kegadisannya pada upacara bukak- klambu, dan Srintil memilih untuk memberikannya kepada Rasus. Seperti pada kutipan berikut “Aku benci, benci. Lebih baik kuberikan padamu. Rasus, sekarang kau tak boleh menolak seperti kau lakukan tadi siang. Di sini bukan pekuburan. Kita takkan kena kutuk. Kau mau, bukan?”7 5 Ibid., h. 14 6 Ibid., h. 83. 7 Ibid., h. 76. Kutipan di atas menjelaskan bahwa Srintil tidak menyukai upacara bukak-klambu, tetapi Srintil memilih untuk menyerahkan kegadisannya dalam bukak-klambu kepada Rasus. Seiring dengan berjalannya waktu, tokoh Srintil mengalami pendewasaan, sehingga Srintil bukanlah seorang ronggeng yang sembarangan. Srintil digambarkan sebagai ronggeng yang cantik, tetapi tetap berwibawa. Seperti pada kutipan berikut “….Dalam waktu sebulan telah terjadi perubahan pada diri Srintil. Rambutnya yang tidak lagi terjerang terik matahari menjadi hitam pekat dan lebat. Kulitnya bersih dan hidup. Sisik-sisik halus telah hilang. Pipinya bening sehingga aku dapat melihat jaringan halus urat-urat berwarna kebiruan. Debu yang mengendap menjadi daki, lenyap dari betis Srintil. Dan kuanggap luar biasa Nyai Sakarya berhasil mengusir bau busuk yang dulu sering menguap dari lubang telinga Srintil.”8 “…Nyai Kartareja kini memanggil Srintil dengan sebutan jenganten atau setidaknya sampean; suatu pertanda bahwa kedewasaan, tepatnya, kemandirian Srintil telah diakuinya.” “ Semua mata memandang ke arah Srintil. Ini juga peyimpangan. Biasanya Kartareja dan Sakarya berani mengambil keputusan tanpa melihat roman muka Srintil lebih dulu. Tetapi kini bahkan wibawa Srintil mampu mencegah siapa saja yang ingin berkata sugestif. Tiba-tiba mata Srintil memancarkan cahaya kuasa. Wajahnya melukiskan citra keangkuhan.”9 Kutipan di atas, menggambarkan kewibawaan Srintil, dia bukanlah ronggeng sembarangan. Srintil memiliki harga diri yang tinggi untuk ukuran seorang ronggeng. Kewibawaan Srintil bahkan diakui oleh orang- orang di sekitarnya yang selama ini berlaku sembarangan dan tidak menghargai keinginan Srintil. Kejadian keracunan tempe bongkrek yang dilakukan oleh Santayib, orang tua Srintil membuat Srintil harus menerima dosa dan perlakukan yang kurang baik dari warga Dukuh Paruk. Dosa itu kemudian terhapus ketika Srintil dinobatkan menjadi ronggeng. Ronggeng 8 Ibid., h. 36. 9 bagi Dukuh Paruk adalah titisan dari arwah Ki Secamenggala dan dianggap membawa keberkahan. Sehingga, kedudukan Srintil menjadi berubah, orang-orang jadi menyegani Srintil. Kewibawaan Srintil sebagai seorang ronggeng membuat dia menjadi ronggeng yang disegani oleh laki- laki maupun perempuan Dukuh Paruk. Srintil yang dianggap pembawa keberkahan membuat banyak perempuan Dukuh Paruk berusaha sebaik mungkin untuk memanjakan ronggeng cantik tersebut, dan laki-laki Dukuh Paruk berusaha untuk dapat menari atau tidur dengan Srintil. Hal ini membuat kedudukan Srintil menjadi superior di Dukuh Paruk. Warga Dukuh Paruk sangat bangga memiliki ronggeng cantik seperti Srintil. Selain itu, Srintil juga digambarkan sebagai orang yang religius. Hal ini terlihat ketika Srintil tidak pernah lupa ngasrep di hari kelahirannya. Lebih dekat terhadap Tuhan, mematuhi setiap perintah kepercayaannya. Kepribadian Srintil ini terjadi setelah Srintil mengalami masalah yang cukup berat, yakni ketika dia dianggap terlibat oleh PKI yang membuatnya harus terpenjara selama dua tahun. Kejadian itu membuat perubahan yang sangat besar dalam diri Srintil. Srintil sebelum dianggap terlibat kisruh PKI adalah seorang ronggeng yang tenar, cantik, percaya diri, dan berwibawa. Namun, Srintil berubah menjadi pemurung, malu, rendah diri, dan takut terhadap orang-orang di luar Dukuh Paruk setelah Srintil dianggap terlibat dalam kisruh PKI. Srintil menjadi orang yang takut berbuat sesuatu yang dianggap salah dan tidak ingin bertingkah karena merasa malu dirinya telah melakukan kesalahan. Seperti pada kutipan berikut “Jadi Sakarya tidak ikut berhura-hura. Persiapannya menyambut kembali pementasan Srintil lebih ditekankan pada segi kejiwaan. Lebih sering memasang sesaji di dekat makam Ki Secamenggala, lebih banyak terjaga di malam hari serta mengurangi minum-minum. Srintil diperintahkannya dengan sangat ngasrep pada hari kelahirannya.” “Eh lha, Jenganten, Mbok sampean jangan membiarkan diri terkatung-katung. Segala keinginan harus disetiari. Sampean tidak lupa ngasrep pada hari kelahiran?” Srintil diam. “Sampen tidak lupa berpuasa Senin-Kamis?” Srintil masih diam. Oh, kamu, Nyai Kartareja. Jangankan ngasrep dan puasa Senin-Kamis. Setiap saat aku memohon kepada Tuhan, kiranya segera datang laki-laki yang suka mengawiniku….”10 Kutipan di atas menjelaskan bahwa keinginan Srintil sebagai seorang perempuan untuk menjadi perempuan somahan, diperistri, bahagia dalam kehidupan berumah tangga, tetapi karena namanya yang telah tercoreng akibat kisruh PKI membuat Srintil pasrah. Srintil merasa orang- orang menjadi segan mendekati dia, karena takut dianggap terlibat seperti Srintil. Hingga pada akhirnya Srintil merasa dirinya telah diterima kembali dan kesalahannya telah dimaafkan oleh orang-orang setelah Bajus mendekati Srintil. Srintil mulai diterima kembali keberadaannya setelah didekati oleh Bajus, yang bukan karyawan biasa dalam proyek pembangunan irigasi tersebut. Tokoh utama dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah Srintil. Srintil merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadia maupun yang dikenai kejadian, dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi di dalam novel senantiasa menghadirkan Srintil. Srintil sebagai tokoh utama sangat menentukan perkembangan alur cerita secara keseluruhan. Selain sebagai tokoh utama, Srintil juga dikatergorikan sebagai tokoh protagonis. Srintil digambarkan sebagai tokoh yang menjadi pusat sorotan dalam kisahan dan memiliki hubungan denga tokoh-tokoh lain di dalam novel. Tokoh Srintil adalah tokoh yang keberadaannya untuk mencapai tujuan yang dalam hal ini adalah menjadi ronggeng untuk 10 menghapus dosa masa lalu kedua orang tuanya dan Srintil menghadapi persoalan-persoalan yang muncul ketika Srintil hendak menjadi seorang ronggeng, seperti harus memendam dalam-dalam perasaannya terhadap Rasus, tidak boleh menikah, dan dianggap sebagai sundal oleh orang luar Dukuh Paruk. Persoalan-persoalan yang dialami oleh Srintil disebabkan oleh tokoh antagonis seperti Nyai Kartareja dan Kartareja yang tidak menyetujui kalau anak asuhnya mencintai Rasus dan memilih berhenti menjadi seorang ronggeng. Srintil dapat pula dikategorikan sebagai tokoh kompleks atau tokoh bulat. Srintil sebagai tokoh mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan sikap. Perubahan ini terkait dengan keterlibatan Srintil dengan tragedi PKI. Sebelum dianggap terlibat PKI, Srintil merupakan tokoh yang berwibawa, percaya diri, dan periang. Namun, setelah dianggap terlibat PKI Srintil menjadi penakut, pemurung, dan pendiam. Perubahan semacam ini jika dikaji secara dalam merupakan hal yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan secara alur dengan relasi sebab akibat. Srintil merupakan tokoh yang mencerminkan kehidupan manusia yang sesungguhnya yang memiliki berbagai kemungkinan mengalami perubahan sikap dalam diri Srintil menyebabkan Srintil dapat dikategorikan sebagai tokoh kompleks. Tokoh Srintil juga dapat dikategorikan sebagai tokoh dinamis karena Srintil mengalami perubahan watak sejalan dengan perkembangan peristiwa yang dikaisahkan di dalam novel. Sikap dan watak Srintil mengalami perkembangan mulai dari awal, tengah hingga akhir cerita sesuai dengan tuntutan logika cerita secara keseluruhan. b. Rasus Rasus dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad juga menjadi tokoh yang mempunyai peranan penting seperti Srintil. Rasus digambarkan sebagai seorang anak yang selalu membayangkan sosok Emak dalam diri Srintil. Hal ini dikarenakan Rasus harus kehilangan Emak akibat kejadian tempe bongkrek beberapa tahun silam. Rasus yang menyukai Srintil, selalu menggambarkan Emak seperti Srintil, yang mempunyai cambang halus, dan berlesung pipi. Rasus mengagumi Srintil karena sosok Emak terbayang dalam diri Srintil, sehingga Rasus berusaha untuk selalu melindungi dan menyayangi Srintil, hingga Srintil menjadi ronggeng, bayangan akan Emak dalam diri Srintil telah menghilang. Rasus tetap menyayangi dan melindungi Srintil sebagai kawan lama. Terlebih Sakarya memberikan amanat kepada Rasus untuk menjaga Srintil, sehingga Rasus merasa sangat bersalah karena tidak dapat menjaga Srintil dengan baik hingga akhirnya Srintil mennjadi gila karena dikecewakan oleh Bajus. Rasus sangat marah setelah mengetahui bahwa Srintil menjadi gila. Rasus berusaha untuk membawa Srintil berobat dan berharap Srintil sembuh untuk bisa memperbaiki kesalahannya karena tidak menjaga Srintil dengan baik. Seperti pada kutipan berikut “Keris yang kubawa dari rumah masih kuselipkan di ketiakku, rapi tergulung dalam baju. Aku merasa lebih baik menyerahkan benda itu kepada Srintil selagi dia tertidur. Ternyata kesan penyerahan semacam itu, dalam. Sangat dalam. Aku sama sekali tidak merasa menyerahkan sebilah keris kepada seorang ronggeng kecil. Tidak. Yang kuserahi keris itu adalah perempuan sejati, perempuan yang hanya hidup dalam alam angan-angan, yang terwujud dalam diri Srintil yang sedang tidur. Tentu saja perempuan yang kumaksud adalah lembaga yang juga mewakili Emak, walau aku tidak pernah tahu di mana dia berada.“11 Keris yang diberikan oleh Rasus kepada Srintil merupakan tanda bahwa Rasus mengagumi Srintil sehingga Rasus ingin melihat Srintil menari di panggung dengan keris yang sesuai dengan tubuhnya. Keris yang diberikan Rasus bernama Kyai Jaran Guyang, pusaka Dukuh Paruk yang telah lama lenyap. Keris itu merupakan keris pekasih yang dulu menjadi jimat para ronggeng. Keris itu yang akan menjadikan Srintil ronggeng tenar. Rasus memberikan sesuatu yang berharga kepada Srintil. 11 Selain itu, Rasus juga digambarkan sebagai orang yang pandai dan selalu ingin tahu. Bermula ketika Rasus merasa kecewa setelah Srintil menjadi Ronggeng. Rasus banyak belajar mengenai dunia baru di luar Dukuh Paruk. Sifatnya yang selalu ingin tahu membuatnya mengetahui banyak hal, mulai dari adat yang berbeda di luar Dukuh Paruk, pengetahuannya semakin bertambah ketika Rasus menjadi tobang dan diajarkan banyak hal oleh Sersan Slamet. Seperti pada kutipan berikut “Berbagai pengetahuan takkan pernah kudapat bila aku tak berkesempatan mengenal Sersan Slamet. Hanya dua bulan aku belajar membaca dan menulis. Sesudah itu aku mulai berkenalan dengan buku-buku yang berisi pengetahuan umum, wayang, buku sejarah, sampai buku-buku yang berisi pengetahuan umum. Seluk- beluk senjata juga kuperoleh dari sersan yang baik itu. Dari namanya seperti Pietro Beretta, Parabellum, Lee Enfield, Thomson, dan sebagainya.”12 Seperti pada kutipan di atas, Rasus digambarkan sebagai orang yang pandai dan serba ingin tahu. Dalam waktu sebentar Rasus dapat belajar banyak hal sehingga dia bisa meneruskan karirnya dan tidak hanya menjadi tobang, yaitu pesuruh tentara yang bertugas membelikan rokok, menyiapkan makanan, dan membersihkan peralatan militer. Selain memiliki kepandaian, Rasus juga digambarkan sebagai orang yang berani. Hal ini terbukti ketika Rasus berani membunuh penjahat yang ingin mencuri harta Srintil di rumah Nyai Kartareja. Seperti pada kutipan berikut “Penjahat yang berdiri di belakang rumah kelihatan gelisah. Aku mencari sesuatu di tanah. Sebuah batu sudah cukup. Tetapi yang kutemukan sebatang gagang pacul. Ketika perampok membelakangiku, aku maju dengan hati-hati. Pembunuhan kulakukan untuk kali pertama. Aku tidak biasa melihat orang terkapar di tanah. Aku belum pernah melihat bagaimana seorang manusia meregang nyawa. Pengalaman pertama itu membuat aku gemetar. Dan siap lari andaikata tidak tertahan oleh keadaan. Aku mendengar langkah mendekat. Cepat aku mengambil senjata milik orang yang sudah kubunuh. Sebuah Thomson yang tangkainya 12 sudah diganti dengan kayu buatan sendiri. Tak mengapa. Senjata yang telah terkokang itu kugunakan untuk pembunuhan kali kedua.”13 Kutipan tersebut menggambarkan bahwa Rasus berani membunuh dua orang penjahat dan karena keberaniannya itu ia menjadi naik pangkat dan tidak lagi menjadi seorang tobang. Dan karena keberaniannya itu pula membuat Srintil menginginkan Rasus untuk menikahinya. Tetapi karena tanggungjawabnya sebagai seorang tentara dan masih ada kekecewaan di dalam hatinya terhadap Dukuh Paruk membuat Rasus pergi meninggalkan Srintil. Selain memiliki sifat yang berani, Rasus juga sangat taat dalam beribadah dan rendah hati. Hal ini terlihat ketika Rasus pulang ke Dukuh Paruk, meskipun dia sudah menjadi tentara, Rasus tetap mengakui orang- orang Dukuh Paruk sebagai saudaranya. Selain itu, Rasus juga sangat rajin sembahyang. Seperti pada kutipan berikut “Sampean bibiku, pamanku, uwakku, dan sedulurku semua, apakah kalian selamat?” kata Rasus kepada semua orang yang ada di sekelilingnya. Namun, sebutan “sedulur” yang diucapkan Rasus dengan tulus malah mengunci semua mulut orang Dukuh Paruk. Mereka terharu masih diakui saudara oleh Rasus yang tentara, yang kuasa menentukan apakah seseorang harus ditahan atau dibebaskan. Lama tak ada yang bersuara sampai terdengar Sakarya terbatuk dari kursinya.” “Rasus tersenyum melihat ulah Nyai Kartareja berjalan cepat dan girang seperti anak kecil. Handuk disampirkannya pada pelepah pisang di halaman. Baju dan celananya diganti, dan menyisir rambut. Sebuah kain sarung digelar di atas tanah dekat lincak. Rasus bersembahyang.”14 Seperti pada kutipan di atas, tokoh Rasus digambarkan sebagai seorang yang rendah hati, meskipun dia sudah merasa tersakiti oleh Dukuh Paruk. Rasus tetap mengakui Dukuh Paruk sebagai kampungnya dan warganya sebagai saudara-saudaranya. Hal ini membuktikan bahwa Rasus tidak menjadi sombong atau lupa diri meski dia telah menjadi seorang tentara. 13 Ibid., h. 101-102. 14 Ibid., h. 257 & 351. Rasus dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk memiliki kedudukan sebagai tokoh utama. Seperti halnya dengan Srintil, Rasus juga merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Meskipun demikian, Rasus sebagai tokoh utama tidak selalu muncul dalam setiap kejadian yang terjadi di dalam novel, atau tidak langsung ditunjuk dalam setiap bagian di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk, namun ternyata dalam setiap kejadian atau setiap bagian di dalam novel yang tidak menyertakan Rasus. Rasus tetap memiliki keterikatan dengan tokoh utama, Srintil. Misalnya, pada bagian Jantera Bianglala, Rasus sebagai tokoh utama tidak muncul di dalam cerita tetapi tetap dikaitkan dengan konflik batin yang dialami Srintil hingga Srintil menolak untuk naik pentas. Dengan demikian, Rasus dapat dikategorikan sebagai tokoh utama tambahan. Rasus juga dikategorikan sebagai tokoh protagonis. Rasus merupakan tokoh yang menjadi sorotan kedua setelah tokoh Srintil dan memiliki keterikatan dengan tokoh-tokoh lain dalam novel. Kehadiran sosok Rasus memunculkan konflik batin pada Srintil karena Srintil menyukai Rasus dan Srintil ingin dijadikan istri oleh Rasus tetapi Rasus tahu kalau Srintil milik Dukuh Paruk. Konflik yang dialami tokoh Rasus disebabkan oleh tokoh antagonis, Nyai Kartareja dan Kartareja yang tidak menginginkan Rasus menikah dengan Srintil karena takut anak asuhnya berhenti menjadi seorang ronggeng. Selain itu, Rasus juga merasa kecewa dengan adat Dukuh Paruk yang menjadikan ronggeng sebagai milik umum hingga Rasus tidak dapat berteman lagi dengan Srintil yang telah menjadi ronggeng. Dengan persoalan-persoalan yang dialami oleh Rasus, tokoh Rasus dapat dikategorikan sebagai tokoh protagonis. Rasus juga dikategorikan sebagai tokoh kompleks dan dinamis. Rasus mengalami perubahan dan perkembangan sikap dan watak. Perubahan dan perkembangan sikap Rasus terjadi seiring dengan pendewasaan dan berbagai permasalahan yang dialami Rasus sebagai tokoh kompleks dan dinamis. Perubahan dan perkembangan sikap dan watak Rasus terjadi dari awal cerita yang semula Rasusu digambarkan sebagai tokoh yang rendah diri dan bodoh karena kemiskinan yang terjadi di Dukuh Paruk, lalu sikap Rasus berkembang dan mengalami perubahan menjadi tokoh yang pemberani, pandai, dan bertanggung jawab. Perubahan ini terlihat logis seiring dengan berbagai permasalahan yang menimpa Rasus hingga menyebabkan perubahan dan perkembangan sikap Rasus dalam menghadapi berbagai masalah di hidupnya. Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari ini juga didukung oleh kehadiran tokoh-tokoh tambahan yang turut berperan dalam novel ini, di antaranya a. Sakarya Tokoh tambahan dalam Ronggeng Dukuh Paruk salah satunya adalah Sakarya. Sakarya memilki sifat yang taat pada aturan-aturan 75% found this document useful 4 votes15K views19 pagesOriginal TitleANALISIS NOVEL RONGGENG DUKUH © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?75% found this document useful 4 votes15K views19 pagesAnalisis Novel Ronggeng Dukuh ParukOriginal TitleANALISIS NOVEL RONGGENG DUKUH to Page You are on page 1of 19 You're Reading a Free Preview Pages 7 to 17 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. ArticlePDF Available AbstractPenelitian ini dilatarbelakangi pentingnya unsur budaya sebagai bagian dari kehidupan manusia yang diimplementasikan ke dalam novel. Penggambaran budaya tak hanya terlihat dalam kehidupan alamiah manusia semata, namun lebih dari itu unsur budaya juga ditanamkan melalui pembelajaran sastra khususnya ini menjadi unik karena sastra yang bersifat fiktif dapat menjadi perantara pencerminan nilai budaya setempat. Peristiwa budaya menjadi mitos bagi masyarakat pelakunya yang bermanfaat dalam kebaikan hidup. Rumusan masalah penelitian ini yakni representasi mitologis budaya apasajakah yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari? Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan representasi mitologis budaya dalam novel Ronggeng DukuhParuk karya Ahmad Tohari. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan jenis penelitian penelitian yaitu memaparkan data mitologis budaya yang berjumlah dua puluh enam data representasi isi novel yang berkaitan dengan budaya pelaku ronggeng. Unsur budaya ini tergambar melalui serangkaian alur cerita yang mengisahkan karakteristik tokoh novel. Pengakuan budaya ini tak dapat dipisahkan oleh masayarakat pelakunya sebagai kekuatan mistis kehidupan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 1. Ja nuari-Juni 2020 E_ISSN2339-2401/P_ISSN 2477-0221 18 Equilibrium Jurnal Pendidikan Representasi Mitologis Budaya dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Hadi Rumadi1 1Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Riau Email hadirumadipbsi research is motivated as a part of human life which is implemented into the novel. The depiction of culture is not only seen in the natural life of humans, but more than that culture is not implanted through special literary learning. This is unique because fictitious literature can be a target of reflection of local cultural values. Cultural events become myths for the people who do it. This research problem formulation is a cultural mythological representation contained in the novel Ronggeng Dukuh Paruk by Ahmad Tohari? The purpose of this research is to describe the cultural mythological representation in the novel Ronggeng Dukuh Paruk by Ahmad Tohari. The method in this research is descriptive with the type of qualitative research. The results of the study are describing cultural mythological data that support twenty-six data representations of novel content related to the culture of ronggeng protest. This cultural element is illustrated through a story line that tells the characteristics of the novel characters. This cultural recognition cannot be avoided by the community as a mystical force of life. Keywords Representation, Mythological, Culture ini dilatarbelakangi pentingnya unsur budaya sebagai bagian dari kehidupan manusia yang diimplementasikan ke dalam novel. Penggambaran budaya tak hanya terlihat dalam kehidupan alamiah manusia semata, namun lebih dari itu unsur budaya juga ditanamkan melalui pembelajaran sastra khususnya ini menjadi unik karena sastra yang bersifat fiktif dapat menjadi perantara pencerminan nilai budaya setempat. Peristiwa budaya menjadi mitos bagi masyarakat pelakunya yang bermanfaat dalam kebaikan hidup. Rumusan masalah penelitian ini yakni representasi mitologis budaya apasajakah yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari? Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan representasi mitologis budaya dalam novel Ronggeng DukuhParuk karya Ahmad Tohari. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan jenis penelitian penelitian yaitu memaparkan data mitologis budaya yang berjumlah dua puluh enam data representasi isi novel yang berkaitan dengan budaya pelaku ronggeng. Unsur budaya ini tergambar melalui serangkaian alur cerita yang mengisahkan karakteristik tokoh novel. Pengakuan budaya ini tak dapat dipisahkan oleh masayarakat pelakunya sebagai kekuatan mistis kehidupan. Kata Kunci Representasi, Mitologis, Budaya PENDAHULUAN Sastra merupakan ungkapan ekspresi manusia berdasarkan pengalaman, ide-ide, dan perasaan pengarang yang dituangkan dalam bentuk bahasa tulis dan dikenal dengan sastra lisan dan sastra tulis. Keberadaan sastra lisan dan tulis ini dipengaruhi oleh perbedaan makna keduanya sesuai dengan fungsi dan implementasinya di lapangan. Berbicara mengenai sastra berarti berbicara tentang karya sastra sesuai dengan genrenya terbagi atas prosa, puisi, dan drama. Untuk bagian prosa maka ada prosa lama dan prosa baru. Novel adalah prosa baru yang sarat Prodi Pendidikan Sosiologi Sosiologi Equilibrium Jurnal Pendidikan Vol. VIII. Issu 1. Jan ua ri-Juni 2020 1. Ja nuari-Juni 2020 E_ISSN2339-2401/P_ISSN 2477-0221 19 Equilibrium Jurnal Pendidikan dengan nilai kehidupan yang bermanfaat bagi manusia pembacanya. Manfaat ini sebagai pembentukan perwatakan seseorang yang berkaitan dengan sifat batin manusia yang memengaruhi atau hal-hal yang berhubungan dengan watak seorang lisan di daerah Indonesia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari khasanah nasional, karena kebudayaan daerah merupakan penunjang dalam perkembangan bahasa dan kebudayaan nasional. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa kebudayaan daerah aspek sastra sangat berperan penting dalam perkembangan bahasa dan kebudayaan nasional. Berbicara tentang kehidupan manusia berarti tidak lepas dari masalah sosial, budaya masyarakat dan sistem nilai yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia senantiasa mempunyai suatu sistem nilai agar tiap tingkah laku anggota masyarakat dasarnya suatu sistem nilai adalah semacam jaringan yang terdiri sejumlah norma-norma atau kaidah-kaidah maupun seperangkat kelaziman yang melengkapi suatu masyarakat. Nilai merupakan sifat-sifat yang penting dan berguna bagi manusia karena selalu beorientasi pada kebenaran dan kesatuan dari norma-norma yang membentuk sistem nilai dan dalam kehidupan sehari-hari berwujud aturan yang harus dipatuhi setiap manusia yang hidup bermasyarakat. Jadi, tanpa adanya sistem nilai, masyarakat akan kehilangan arah dan tidak punya pandangan hidup yang teguh. Karya sastra memberikan manfaat yang luas terhadap pembacanya, yang indah dan menyenangkan dan satu manfaatnya karya sastra itu mengandung unsur nilai pendidikan, moral dan aspek budaya. Dari segi itulah merupakan wahana untuk meneruskan tradisi budaya bangsa dari generasi ke generasi sekarang dan akan datang. Bergesernya makna nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat antara lain terlihat pada perilaku kehidupan anggota-anggota masyarakat terutama diperkotaan. Masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri, berpacu dalam waktu, berlomba dengan teman untuk mengejar karier dan masih banyak kesibukan yang dalam kehidupan selalu diinjak-injak demi mementingkan kepentingan satu penyebab bergeserkan nilai-nilai itu adalah dikarenakan masuk dan berkembangkan budaya asing yang dikenal dengan modernisasi melalui media cetak, dan media elektronik ditengah ini tentu tidak akan bisa dibiarkan berkembang lama karena akan mengelamkan budaya sendiri, oleh karena itu sebagai generasi penerus sebaiknya mengangkat kembali budaya-budaya itu sehingga budaya itu tetap ada dan terpelihara. Adapun rumusan masalah yang akan diulas oleh penulis adalah representasi mitologis budaya apasajakah yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari? Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan nilai budaya dalam novel Ronggeng DukuhParuk karya Ahmad Tohari. Penelitian relevan pertama dalam penelitian ini adalah jurnal dalam artikel berjudulNilai Budaya Jawa dalam Novel Trilogi Ronggeng Karya Ahmad Tohari oleh Nurpaisah, Martono, dan Sesilia Sessi dari Universitas Tanjung Pura Pontianak. Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa nilai budaya dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dapat dipahami dari latar cerita kebudayaan yang digunakan Ahmad Tohari untuk membangun kisah dalam novelnya. Itulah sebabnya diperlukan pemahamannya dalam menganalisis novel tersebut dengan memahami hal-hal yang terjadi dalam novel tersebut. Penelitian relevan kedua berjudul Kajian Ronggeng Dukuh Paruk Ahmad Tohari dan SindenKarya Putwadmadi Admadipurwa Universitas Sebelas Maret dalam novelnya membahas tentang unsur-unsur pembangun sebuah novel yaitu, tema, alur, penokohan, setting, dan point of struktur merupakan totalitas dari beberapa unsur yang saling berkaitan dan merupakan satu tersebut saling berhubungan timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi secara bersama membentuk suatu kesatuan yang utuh. Penelitian relevan yang ketiga adalah artikel berjudul Representasi Ronggeng dalam Tiga Novel Indonesia yang ditulis oleh Yulianetta yang dipublikasikan di jurnal bahasa dan sastra volume 14 Nomor 1 bulan April 2014. Isi artikel mengungkapkan bahwa hasil kajian ketiga novel beragam, meskipun ada kesamaan. Tetapi pengarang menggambarkan bahwa ronggeng sebagai hasil artefak kebudayaan. 1. Ja nuari-Juni 2020 E_ISSN2339-2401/P_ISSN 2477-0221 20 Equilibrium Jurnal Pendidikan Menurut Nurgiyantoro 201210, novel adalah sebuah karya prosa fiksi yang memiliki alur yang panjang menceritakan mengenai kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif. Seperti pada karya sastra yang lain, novel juga memiliki struktur yang terdiri dari tema, alur, tokoh dan penokohan perwatakan, latar, sudut pandang, dan Semua aspek tersebut saling terkait, namun pada penelitian ini latar serta penokohan perwatakan lebih diutamakan. Aminuddin 200267, mengemukakan bahwa latar dalam karya fiksi adalah gambaran tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi fisikal artinya latar menyebabkan cerita menjadi masuk akal atau logis, sedangkan latar psikologis artinya latar mampu menghadirkan makna tertentu sehingga dapat menyentuh emosi kejiwaan pembaca adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita, sehingga peristiwa tersebut dapat menjadi jalan cerita. Adapun penokohan perwatakan adalah cara pengarang menampilkan tokoh dalam cerita. Istilah tokoh menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel itu?”, dan sebagainya Nurgiyantoro, 2012165.Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritanya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta Buddhayah, yakni bentuk jamak dari Buddhiyang berarti budi atau itu ada pula yang berpendapat bahwa istilah budaya merupakan tuturan kata majemuk “budi daya” yang berarti “daya dan budi”. Sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa Koentjaraningrat, 2009146. Menurut Abdurrahman 201127 bahwa kebudayaan meliputi segala perbuatan manusia seperti cara ia menghayati dan membuat upacara untuk kematian, kelahiran, seksualitas, makanan, sopan santun, pakaian, kesenian, ilmu pengetahuan dan agama Menurut Poedjawijatna 1987134 kebudayaan adalah semua tindakan dan hasil karya yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan arti kepadaalam sekitarnya serta juga memberikan bentuk baru kepada alam. Dengan kata lain kebudayaan tidak lain dari usaha dan hasil manusia mengatasi alam dengan daya pikiran. Kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Sedangkan kata “budaya” merupakan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi”.Jadi nilai-nilai kebudayaan adalah segala hal, yang merupakan hasil pemikiran, perilaku, serta pengalaman yang dijadikan sebagai pandangan tentang segala sesuatu. Berkaitan dengan mitos, Junus dalam Lubis, 2011187, Pemanfaatan mitologi dalam karya sastra berkaitan erat dengan kehidupan manusia dan hubungan antarmanusia yang dikuasai mitos-mitos. Sikap seseorang terhadap sesuatu menghasilkan mitos yang ada dalam dan perkenalan dengan sesuatu menghasilkan mitos baru berdasarkan mitos yang baru dapat berbeda dari sebelumnya dan tidak menutup kemungkinan menentang mitos yang ada. Adapun menurut Fry, via Esten dalam Lubis, 2011187, persoalan mitos tidak mempermasalahkan kebenarannya, tetapi hanyalah membantu menerangkan dan mengarahkan gambaran yang jelas dalam hal kepercayaan masyarakat, tatanan hukum dan keadilan sejarah, struktur dan sistem sosial, lingkungan, serta kenyataan dunia kosmos. Mitos menjadi bagian kebudayaan masyarakat yang tak dapat dipisahkan sebagai bagian yang mandiri. Mitos dipegang teguh oleh pemercayanya sebagai suatu keyakinan yang hakiki yang bermanfaat bagi kehidupan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode metode deskriptif data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, kalima-kalimat, peristiwa-peristiwa, gambar, dan bukan berupa kualitatif akan menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan demikian, laporan penelitian akan berupa kutipan-kutipan data untuk 1. Ja nuari-Juni 2020 E_ISSN2339-2401/P_ISSN 2477-0221 21 Equilibrium Jurnal Pendidikan memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Teknik pengumpulan data adalah dokumentasi dari novel. Sementara teknik analisis data adalah mengidentifikasi data, mendeskripsikan data, membahas hasil penelitian dan menyimpulkan hasil. Indikator Kinerjanya berarti bahwa setiap gerak laku tokoh maupun setiap situasi melatarbelakangi berbagai peristiwa akan dipaparkan dan dianalisis dengan menggunakan kata-kata atau kalimat yang menggambarkan mitologis budaya dalam novel. Sumber data dalam penelitian ini adalah teks tertulis berbentuk novel berjudul Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang diterbitkan tahun 2011 di Jakarta, oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan metode penelitian yaitu deskriptif dengan memanfaatkan format dokumentasi, maka hasil penelitian ini dipaparkan dalam bentuk tabel dokumentasi data penelitian sesuai masalah penelitian. Tabel dokumentasi ini berisi paparan data dari dua puluh enam topik yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk. Berikut hasil rekapitulasi penelitian. Tabel Rekapitulasi Hasil Penelitian Representasi Mitologis Budaya Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Semua orang Dukuh Paruk tahu Ki Secamanggala, moyang mereka jadi musuh kehidupan masyarakat. Tetapi mereka memujannya. Kuburan Ki Secamangala menjadi kiblat kehidupan bathin mereka. Srintil mendendangkan lagu kebangsaan para ronggeng “senggot timbane, tiwas, ngegot ning ora sue”. Seorang ronggeng sejati tidak bisa menjadi ronggeng kecuali roh indang telah merasuk ke dalam tubuhnya. Indang adalah semacam wangsit yang di muliakan di dunia peronggengan. Saru hal yang di sembunyikan oleh Nyai Kartareja terhadap siapapun itu, ketika dia meniupkan mantra pekasih ke ubun-ubun Srintil. Mantra itu di percaya akan membuat siapa saja terlihat lebih cantik. Laki-laki itu mencoba menghubungkan bathinnya dengan ruh Ki Secamangala atau siapa saja yang menguasai alam Dukuh Paruk sarana yang di ajarkan adalah sebuah Tidung. Terutama pula kepada pemuda-pemuda yang memasukkan uang ke dada Srintil bila ronggeng itu menari Tole-Tole. Keris milik ayah tidak lebih dari 2 jengkal tangan ku, sarungnya berlapis kuningan , tangkainya terbuat dari kayu walikukum. Upacara pemandian seorang ronggeng adalah peristiwa yang penting bagi orang di pedukuhan itu, lagi pula amat jarang sekali Jauh-jauh hari kartareja sudah menentukan di mana syarat terakhir yang harus di penuhi oleh Srintil benama Malam Buka kelambu. Kartareja menentukan orang yang bisa melakukan malam buka kelambu adalah orang yang bisa 1. Ja nuari-Juni 2020 E_ISSN2339-2401/P_ISSN 2477-0221 22 Equilibrium Jurnal Pendidikan memberikan sekeping uang emas. Lagu yang menjadi terkenal di Dukuh paruk semenjak belasan anak kehilangan kedua orang tua aKibat racun tempe bongkrek aKibat 11 tahun yang lalu. Kartareja menyalahkan pendupaan, sebuah gayung dengan sebuah tangkainya yang tertanam di dalam tanah. Celana kolor bekas,kutang bekas, serta pakaian lainnya di lempar di atas genteng. Bagi orang dukuh paruk kehidupan tanpa calung dan tembang ronggeng berasa hambar, calung dan rongeng pula yang member kesempatan mereka bertayub dan minum ciu sepuas puasnnya. Aku tahu benar perkawinan di Dukuh Paruk bukan barang muluk, apalagi kudus, maka para perempuan tak perlu memujannya. Lintang Kemukus Dini Hari Telur ayam yang tertinggal dalam pertarangan karena tidak bisa menetas itu diam-diam ditanam disalah satu sudut kamar tidur Srintil. Lalu membacakan mantra pemutus asmara. Seperti sore hari yang panas orang-orang duwuan terpekur mendengarkan petikan kecapi Wirsiter. Ciplak membawakan asmara Dahana. Ki Secamenggala memberikan wasiatnya turun-temurun agar ronggeng dan calung menjadi bagian lestari pedukuhan kecil itu. Srintil suka menyanyikan lagu-lagu nina bobo untuk menidurkan Goder. Selagi indang masih tinggal dalam diri Srintil maka ia masih seorang ronggeng namun apabila indang tersebut tidak ada pada seorang penari ronggeng, maka ia tidak bisa di katakan sebagai ronggeng. Srintil seperti hendak menjadi temanten laik nya. Dia di pingit, badannya di lulur dan saat hendak tidur ia di suruh mengunyah 1 sampai 2 butir merica agar suaranya tetap lantang dan jernih. Tangan kanan nya menggenggam sebuah botol kecil sebesar kelinking. Apabila ibu jari nya menutup ke lobang botol maka Srintil tidak dapat bernapas akibat diberi jampi-jampi. Srintil diminta untuk menjadi seorang gowok di derah alaswangkal. Jumat kliwon mendatang kita akan membersihkan makam eyang Secamengala. Kita akan selamatan marabahaya yang mungKin menimpa kehidupan harus Kita tumbal. Gerimis jatuh sebelum matahari terbenam, udara lembab membawa bau tanah rumah yang terbakar Dukuh Paruk meringkuk, kecil dan hina. Bagi Dukuh Paruk itulah pertanda datangnya masa susah bagi Kuala alit. 1. Ja nuari-Juni 2020 E_ISSN2339-2401/P_ISSN 2477-0221 23 Equilibrium Jurnal Pendidikan Ketika gadis-gadis lain sudah berkenalan dengan buatan pabrik, perawan-perawan kecil dukuh Paruk tetap akrab dengan ilo-ilo, gontho, puput. Dan suara puput yang sampai ke telinganya bersama Kicau branjangan dan ciplak. Srintil menegakkan kepala, ia mendengar temabang seorang amatiran yang menirukan Putut Manggung. Berdasarkan data ujaran yang terdapat pada novel, terdapat nilai budaya yang menarik dicermati sebagai temuan dari setiap kata memiliki nilai budaya yang menonjol dan berkaitan dengan setiap babnya. Dari data tersebut penulis mengangkat 10 data yang akan diulas secara deskriptif dengan peristiwa-peristiwa yang mendeskripsikan nilai budaya. Berikut ini adalah deskripsi data penilaian tentang 10 ujaran pilihan penelitian yang diambil dari 26 topik pada novel Ronggeng Dukuh Paruk. 1. Ki Secamengela Ki Secamengela adalah seorang nenek moyang di Dukuh Ki Secamengela sengaja mencari daerah paling sunyi sebagai tempat menghabiskan riwayat keberandalannya. Di Dukuh Paruk inilah ia menitipkan darah dagingnya. Kuburan Ki Secamengela menjadi kiblat kehidupan kebathinan mereka. gumpalan abu kemenyan pada nisan kubur Ki secamengela membuktikan pola tingkah kebathinan orang Dukuh Paruk berpusat di sana. 2. Roh Indang Indang adalah semacam wangsit yang di muliakan di dunia peronggengan bagi seseorang yang memiliki roh indang atau kemasukan roh indang ia akan di nobatkan menjadi seorang ronggeng. Srintil seorang anak kecil yang berusia 11 tahun kemasuan roh indang padahal sama sekali Srintil tidak pernah melihat, mengetahui, mengenal apalagi menari. Karena ia kemasukan roh indang ia dapat melakukan ronggeng dengan sanggat baik. 3. Upacara pemandian Calon ronggeng Seorang calon ronggeng ketika ia ingin menjadi ronggeng sejati ia harus melakukan pemandian untuk calon ronggeng kemudian di bacakan mantra yang ditiupkan ke ubun-ubun. Kemudian tubuhnya di guyur air kembang gayung demi di mandikan rambut srintil di sanggul. Kemudian ronggeng itu dituntun ke depan pintu Cangkuk atau kuburan Ki Secamengela, dan kemudian ia menyembah dengan taqzim, lalu bangkit dan berjalan ke hadapan lingkaran para penabuh. 4. Malam Bukak Kelambu Malam bukak kelambu ini adalah persyaratan kedua yang harus dipenuhi seorang calon bukak kelambu adalah malam dimana seorang calon ronggeng menyerahkan keperawananya kepada setiap laki-laki yang mampu memenuhi persyaratan yang telah cerita dalam Ronggeng Dukuh Paruk ini persyaratannya adalah menyerahkan sekeping uang ini bisa diikuti oleh siapa saja mulai dari anak remaja, dewasa, dan bahkan yang sudah seorang istri yang suaminya bisa melakukan malam buka kelambu dengan seorang ronggeng dianggap sebagai suatu kehormatan dan memiliki kekuasaan. 5. Mantra Pemutus Asmara Mantra pemutus asmara adalah susunan kata-kata yang menyalurkan sugesti dan kekuatan alam melalui jalur nonfisika dan bebas dari hukum-hukum tentang energi maupun mekanika yang biasa. Kekuatan itu tidak terelakkan kecuali oleh kekuatan lain yang segaris namun berlawanan arah. Dan mantra yang dipasang oleh Nyai Kartareja secara tak sengaja telah mendapatkan tandingannya. 1. Ja nuari-Juni 2020 E_ISSN2339-2401/P_ISSN 2477-0221 24 Equilibrium Jurnal Pendidikan 6. Srintil Menjadi Sosok Gowok Dalam novel ini juga menceritakan tentang sosok adalah seorang perempuan yang disewa oleh seorang ayah bagi anak laki-lakinya yang sudah beranjak dewasa dan menjelang menikah. Seorang gowok akan memberikan pelajaran kepada anak laki-laki itu banyak hal perikehidupan berumah tangga. Dari keperluan dapur dan memperlakukan istri dengan menjadi gowok mereka harus tinggal bersama dan hanya berdua saja dan masa pergowokan biasanya berlangsung hanya beberapa hari. 7. Mantra Pekasih Dalam novel ini juga menceritakan tentang Mantra Pekasih ini adalah mantra yang yang digunakan oleh Nyai Kartereja kepada Srintil saat ia akan melakukan tarian ronggeng. Dimana mantra pekasih ini dikenal mampu membuat orang yang telah dibacakan mantra ini akan terlihat lebih cantik dari yang sebenarnya. Mantra ini biasanya dibacakan kepada seseorang lalu ditiup di ubun-ubun seseorang tersebut. 8. Mantra Menghubungkan Batin dan Ruh Ki Secamengela Orang-orang di Dukuh paruk saat merasakan kesedihan yang amat terdalam biasanya mendatangi atau mengunjungi pekuburan di Dukuh saat sampai di perkuburan tersebut seseorang tersebut mulai mencoba menghubungkan batinnya dengan ruh Ki Secamengela atau siapa saja yang menguasai alam Dukuh yang diajarkan oleh nenek moyang mereka adalah sebuah Kidung yang dinyanyikan dengan segenap perasaannya. 9. Ritual Penangkal Hujan Ritual penangkal hujan adalah salah satu ritual yang bisa digunakan oleh Dukuh Paruk. Dimana ritual ini dipercaya dapat menghentikan hujan atau menangkal agar tidak akan turunnya hujan. Ritual ini lakukan oleh Nyai Kartareja ketika selesai mendandani menyalakan pedupaan, yang diletakkan di sudut gayung dengan tangkainya yang tertanam di dalam kolor bekas, kutang bekas, serta pakaian dalam lainnya dilemparkan di atas itu Nyai kartareja berdiri ditengah halaman dengan wajah menatap langit. 10. Kutut Manggung Kutut Manggung adalah penghayatan atas naluri keprimitifan berahi dalam tertib nilai tertentu sehingga terjadi beda antara berahi manusia dan berahi muyuk. Dia bertanggung jawab dan memiliki arah yang pasti, yakni garis penghubung antara manusia dan selera pemguasa manggung juga bisa dikatakan sebagai peluKisan hasrat perhubungan ragawi antara laki-laki dengan perempuan dalam wawasan tertib kosmik; bahwa motivasi perhubungan ragawi itu adalah upaya mencapai tata-raharjaning bangsa manusia, yakni keseleraan hidupnnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, representasi mitologis budaya dalam novel ini mendeskripsikan bahwa banyak terdapat unsur mitos budaya pada novel Ronggeng Dukuh Paruk ini. Penyampaian cerita juga dapat dipahami dari jalan cerita dan dialog antar tokoh dan kebanyakan menceritakan tentang nilai budaya yang telah diceritakan dalam novel karya Ahmad Tohari ini. Teori budaya sangat tepat diterapkan pada penelitian novel Ronggeng Dukuh dalam novel ini berhubungan sangat erat dengan nilai budaya suatu tidak ada yang mau mendalami nilai-nilai budaya bangsa kita sendiri, maka lunturlah nilai budaya yang telah diajarkan nenek moyang yang ingin disampaikan pengaraang kepada pembaca adalah agar kita semua mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari agar Kita mau berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi di sekeliling kita. Jangan gampang terpengaruh dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu. 1. Ja nuari-Juni 2020 E_ISSN2339-2401/P_ISSN 2477-0221 25 Equilibrium Jurnal Pendidikan KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan dari novel berjudul Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai budaya karena di dalam novel ini ceritannya berkaitan dengan kepercayaan-kepercayaan dengan adanya ronggeng di pedukuhan tersebut. Tokoh-tokoh di dalam novel tersebut sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang telah diajarkan oleh nenek moyang mereka terdahulu. dari awal novel ini banyak terdapat nilai-nilai budaya yang telah di ajarkan oleh nenek moyang mereka tentang kepercayaan bahwa menjadi ronggeng itu adalah suatu hal yang penting dan untuk menjadi seorang ronggeng haruslah memiliki syarat seperti upacara pemandian yang secara turun temurun di lakukan di depan cungkuk making Ki Secamengela dan malam buka kelambu. Selain itu, banyak terdapat mantra-mantra seperti mantra pekasih dan pemutus kasih sebagai bagian representasi unsur budaya aspek sastra lisan. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman. 2011. Nilai-nilai Budaya dalam Kaba Minangkabau. Padang UNP Press. Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Puisi. Bandung Sinar Baru Algensindo. Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung. Sinar Baru Algesindo. Anwar, Ahyar. 2015. Teori Sosial Sastra. Yogyakarta Ombak. Endraswara, Suwardi. 2013. Sosiologi Sastra. Yogyakarta Ombak. Ismawati, Esti. 2005. Pengajaran Sastra. Yogayakarta Ombak. Manusia dan Djambatan. Lubis, Bustanuddin. 2011. Mitologi NusantaraPenerapan Teori Mitologi Nusantara. Bengkulu Quiksi. Nurgiyantoro, Teori Perkajian Fiksi. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Nurpiasah, Martono, dan Sesilia Selli. 2014. Nilai Budaya Jawa dalam Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, Vol 3 No 2. Poedjawijatna, Manusia dan Alamnya. Jakarta Bina Aksara. Rumadi, Hadi dan Syafrial. Prosa Fiksi. Pekanbaru Alaf Riau. Sehandi, Yohanes. 2016. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta Ombak. Waluyo, Herman J. 2017. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Yogyakarta Ombak. Yulianetta. 2014. Representasi Ronggeng dalam Tiga Novel Indonesia. Jurnal Bahasa dan Sastra Vol 14 No 1 tahun 2014. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Apresiasi Karya SastraAminuddinAminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung. Sinar Baru Sastra. Yogyakarta OmbakSuwardi EndraswaraEndraswara, Suwardi. 2013. Sosiologi Sastra. Yogyakarta Sastra. Yogayakarta Ombak. KoenjaraningratEsti IsmawatiIsmawati, Esti. 2005. Pengajaran Sastra. Yogayakarta Ombak. Manusia dan NusantaraPenerapan Teori Mitologi NusantaraBustanuddin LubisLubis, Bustanuddin. 2011. Mitologi NusantaraPenerapan Teori Mitologi Nusantara. Bengkulu NurgiyantoroNurgiyantoro, Teori Perkajian Fiksi. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Nurpiasah, Martono, dan Sesilia Selli. 2014. Nilai Budaya Jawa dalam Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, Vol 3 No 2. Poedjawijatna, Manusia dan Alamnya. Jakarta Bina SehandiSehandi, Yohanes. 2016. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta dan Apresiasi Prosa FiksiHerman J WaluyoWaluyo, Herman J. 2017. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Yogyakarta Ronggeng dalam Tiga Novel IndonesiaYulianettaYulianetta. 2014. Representasi Ronggeng dalam Tiga Novel Indonesia. Jurnal Bahasa dan Sastra Vol 14 No 1 tahun 2014. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "Ronggeng Dukuh Paruk"Trilogi PertamaKarya Ahmad Tohari Nilai- nilai kepercayaan tentang sesuatu ajaran leluhur yang sangat sulit ditelaah oleh nalar telah mengalir dan mendarah daging, memunculkan cerita klasik yang bertemakan misteri yang dialami oleh seorang pemuda yang hidup dalam lingkungan yang penuh dengan nafsu birahi dan adat yang penuh akan seksualitas. Tema misteri yang diangkat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini sungguh merupakan tanda tanya besar yang dipenuhi dengan konflik batin dan perjuangan yang dialami oleh tokoh utamanya sendiri, bergulat dalam suatu hal yang jauh dari ambang nyata yang membuat bayangan dan angan yang kian mengambang telah merasuk serta menciptakan perkelahian hebat antara dua asumsi berbeda yang mencuat di dalam diri seorang pemuda bernama Rasus belum lagi mengingat adat daerahnya yang tak lazim sehingga mengakibatkan asumsi itu makin berkobar. Adapun tema misteri dalam novel ini diperkuat oleh kutipan berikut;Orang-orang pandai itu, siapa pun dia, merasa berhak menyembunyikan kubur Emak. Aku yang pernah sembilan bulan bersemayam dalam rahim Emak tidak perlu mengetahuinya. Dalam membayangkan pencincangan terhadap mayat Emak, aku tidak merasakan kengerian. Ini pengakuanku yang jujur. Sebab bayangan demikian masih lebih baik bagiku daripada bayangan lain yang juga mengusik angan-anganku. Itu andaikan Emak tidak meninggal melainkan pergi bersama si Mantri entah ke mana. Boleh jadi Emak hidup senang. Di luar Dukuh Paruk kehidupan selalu lebih baik demikian keyakinanku sepanjang orang-orang dalam beberapa setiap peristiwa yang hadir dalam sebuah novel merupakan bagian yang disebut dengan tokoh. Adapun tokoh dalam novel yang bertajuk Ronggeng Dukuh Paruk ini adalah Rasus, Srintil, Warta, Darsun, Ki Secamenggala, Sakarya & Nyai Sakarya, Santayib & Istri Santayib,Ki Kartareja & Nyai Kartareja, Sakum, Dower, Sulam, Nenek Rasus, Siti, dan Sersan kita telah mengulas tokoh-tokoh yang berperan dan ambil andil dalam beberapa peristiwa yang terjadi di dalam novel, adapun hal yang masih memiliki keterkaitan dengan ulasan sebelumnya adalah penokohan, yang membicarakan mengenai gambaran fisik, karakter, watak atau sifat yang dimiliki oleh tiap tokoh-tokoh tersebut. Mulai dari tokoh utama sendiri yakni Rasus Aku, tokoh Rasus digambarkan sebagai seorang pemuda Dukuh Paruk yang berumur 14 tahun, mempunyai karakter yang tidak sabaran, bersahabat, imajinatif, terlalu menyimpan dendam dan benci, hal ini dapat dilihat dari beberapa kutipan berikut ;"Sudah, sudah. Kalian tolol," ujar Rasus tak sabarTetapi Dukuh Paruk dan orang-orangnya disana tak ada yang mengerti diriku yang sakit. Memang Dukuh Paruk memberi kesempatan kepadaku mengisi bagian hati yang kosong dengan seorang perawan kecil bernama Srintil. Tidak lama, sebab sejak peristiwa malam bukak-klambu itu Srintil diseret ke luar dari dalam hatiku, Dukuh Paruk bertindak semena-mena kepadaku. Aku bersumpah takkan memaafkannya. 1 2 3 4 5 6 7 8 Lihat Fiksiana Selengkapnya Rina Arci Hasanah Universitas Singaperbangsa Karawang Dewi Murni Universitas Singaperbangsa Karawang Dian Hartati Universitas Singaperbangsa Karawang Abstract Laju perkembangan teknologi zaman sekarang nampaknya tidak mampu dihentikan. Teknologi mampu menawarkan berbagai platform yang menjadikan media kreasi lebih kreatif inovatif dibidang sastra. Siniar merupakan media baru yang sedang naik daun dan diperkenalkan melalui platform musik Spotify hingga dikenal dengan sebutan podcast. Siniar atau podcast mengemas karya sastra menjadi lebih ringkas dari karya sastra yang tadinya dinikmati dengan cara membaca kini bisa didengar melalui siniar. Terkait kemudahan dalam menikmati sastra apakah siniar bisa menjadi cara yang tepat untuk melestarikan sastra atau justru nantinya akan menurunkan minat baca pembaca karya sastra dan beralih ke siniar. Oleh karena itu perlu adanya kajian tentang perbandingan antara novel Ronggeng Dukuh Paruk dan siniar “Catatan Buat Emak” untuk mengetahui kesesuaian isi antara novel dengan siniar melalui analisis struktural. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sejauh mana perbedaan siniar dan novel sehingga mampu mengemas novel yang tebal menjadi sandiwara suara yang ringkas dan menarik minat pendengar. Metode yang peneliti digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Peneliti menguraikan hasil kajian bandingan secara naratif yang berisi hasil analisis struktural antara novel dan siniar. Perbandingan kedua karya akan menghasilkan poin-poin pembeda antara novel dan siniar seperti tema, latar, penokohan, alur, hingga gaya bahasa kedua karya. Selain itu diuraikan juga nilai-nilai perempuan yang terdapat dalam karya sastra seperti a Citra Perempuan dalam Keluarga dan Masyarakat, dan b Peran Perempuan dalam lingkup sosial masyarakat. PDF Bahasa Indonesia How to Cite Hasanah, R., Murni, D., & Hartati, D. 2021. Analisis Struktural Novel ronggeng dukuh paruk Karya ahmad tohari dengan siniar “Catatan Buat Emak” Karya Sutradara Gunawan Maryanto Sebuah Kajian Bandingan. JURNALISTRENDI JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN, 61, 1-13.

struktur novel ronggeng dukuh paruk